Jum'at, 5 Februari
2010
Saya telah pelajari tiga tahun yang lalu dari berbagai
sumber, kesimpulannya : Artikel dibawah ini, benar dan saya sepakat.
Usia Aisyah ketika menikah dengan Nabi minimal 19
tahun. Saya hitung sejak turunnya surat
al Qamar (Bulan), tahun 614 M.
Ahli sejarah dunia Arab kebanyakan juga mengatakan
bahwa sebenarnya dalam tradisi Arab pada abad ke-7 tidak dikenal perkawinan
dengan anak gadis dibawah umur, misalnya pendapat Philip K Hitti.
Kutipan :
Tue at 10:31pm
17 November 2009 jam 6:20
USIA AISYAH Ketika Menikah dengan Rasullah SAW
Beberapa waktu lalu -saat saya berada di Berlin- ada
yang menanyakan tentang isu kontroversi pernikahan Rasulullah saw dengan Aisyah
yang masih berusia anak-anak. Pertanyaan ini terulang saat saya mengisi sebuah
acara LBT PWK PII Mesir, Senin, 27 Oktober 2008, saat saya mempresentasikan
renungan menapaki jejak Rasulullah saw. Saya jadi ingat bahwa pertanyaan
seperti ini bukan yang pertama kali. Saya juga pernah mendiskusikannya dengan
istri saya. Setelah saya cek lagi dalam computer saya, alhamdulillah saya
menemukan sebuah file yang mungkin bermanfaat untuk menjawab kontroversi
pernikahan tersebut. Mengingat hari-hari ini isu ini muncul kembali dengan
adanya praktik pernikahan seperti ini dengan bersandarkan dalil dari hadits
Rasulullah saw tersebut. Semoga bermanfaat
Wassalam
Saiful Bahri
Cairo, 29.10.2008
Terjemahan dari artikel berbahasa Inggris, dari : The
Ancient Myth Exposed, by T.O. Shanavas, di Michigan. (c) 2001 Minaret. From The
Minaret Source: http://www.iiie.net/
Seorang teman suatu saat bertanya kepada saya, ”Akankah
Anda menikahkan saudara perempuan Anda yang berumur 7 tahun dengan seorang tua
berumur 50 tahun?”. Saya terdiam. Dia melanjutkan, ”Jika anda tidak akan
melakukannya, bagaimana bisa Anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7
tahun, Aisyah, dengan Nabi Anda?” Saya katakan padanya, ”Saya tidak punya
jawaban untuk pertanyaan Anda pada saat ini.” Teman saya tersenyum dan meninggalkan
saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya.
Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu
diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, orang-orang akan merasa
keberatan dengan pernikahan Nabi saw dengan Aisyah. Bagaimanapun, penjelasan
seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang naif dalam mempercayainya.
Tetapi, saya tidak cukup puas dengan penjelasan seperti itu.
Nabi merupakan manusia tauladan. Semua tindakannya
paling patut dicontoh sehingga kita, muslim dapat meneladaninya. Bagaimana pun,
kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk saya, tak akan berpikir
untuk menunangkan saudara perempuan yang berumur 7 tahun dengan seorang
laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu,
kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah terhadap orang
tua dan suami tua tersebut.
Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi
intruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi
calon suami berumur dibawah 18 tahun , dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun
1931, Sidang dalam organisasi-organisasi hukum dan syariah menetapkan untuk
tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim
Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara
Mesir yang mayoritas muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat
diterima. Jadi, saya percaya, tanpa bukti yang solid pun selain perhormatan
saya thd Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis brumur 7 tahun dengan Nabi berumur
50 tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan panjang saya dalam
menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya benar adanya.
Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak
menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara
salah dalam literatur hadist. Lebih jauh, saya pikir bahwa cerita yang
menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya. Beberapa hadist (tradisi
Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi,
hadist-hadist tsb sangat bermasalah. Saya akan menyajikan beberapa bukti
melawan khayalan yang diceritakan Hisyam ibnu `Urwah dan untuk membersihkan
nama Nabi dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi
gadis polos berumur 7 tahun.
BUKTI #1: PENGUJIAN TERHADAP SUMBER
Sebagaian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang
tercetak di hadits yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah,
yang mencatat atas otoritas dari Bapaknya yang mana seharusnya minimal 2 atau 3
orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorang pun
yang di Madinah, di mana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru
menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Madinah
termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini. Asal dari
riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq,
di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Madinah ke Iraq pada usia tua. Tahzibu
at-Tahzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat
hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : ”Hisham sangat bisa dipercaya,
riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke
Iraq”
(Tahzibu at-Tahzib, Ibn Hajar Al-`Asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th
century. Vol 11, p.50).
Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas
menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq:
”Saya pernah diberitahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari
orang-orang Iraq”
(Tahzibu at-Tahzib, IbnHajar Al- `Asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami,
Vol.11, p. 50). Mizanu al-I`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup
para periwayat hadist Nabi saw mencatat: ”Ketika masa tua, ingatan Hisham
mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu al-I`tidal, Al-Dzahabi,
Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).
KESIMPULAN: berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham
sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya,
sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.
KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat
tanggal penting dalam sejarah Islam:
pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun
wahyu
610 M: turun wahyu pertama dan Abu Bakar menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad saw mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Madinah
al-Munawwarah
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan
Aisyah
BUKTI #2: MEMINANG
Menurut Thabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn
Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga
pada usia 9 tahun.
Tetapi, di bagian lain, At-Thabari mengatakan: ”Semua
anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya”
(Tarikhu al-umam wa al-muluk, At-Thabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic,
Dara’l-fikr, Beirut, 1979). Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan
berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah
dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan At-Thabari, Aisyah
seharusnya dilahirkan pada 613 M, Yaitu 3 tahun sesudah masa jahiliyah usai
(610 M). Thabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat jahiliyah. Jika
Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14
tahun ketika dinikahi. Intinya: Thabari mengalami kontradiksi dalam
periwayatannya.
KESIMPULAN: Al-Thabari tak reliable mengenai umur
Aisyah ketika menikah.
BUKTI # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur
Fatimah
Menurut Ibn Hajar, ”Fatima
dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun…
Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah” (Al-isabah fi tamyizi ash-shahabah, Ibn
Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha,
al-Riyadh,1978).
Jika statement Ibn Hajar adalah faktual, berarti Aisyah
dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat
usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.
KESIMPULAN: Ibn Hajar, Thabari, Ibn Hisham, dan Ibn
Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah
menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.
BUKTI #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’
Menurut Abdur Rahman ibn Abi Zannad: ”Asma lebih tua 10
tahun dibanding Aisyah” (Siyar Al-a’lam An-nubala’, Al-Dzahabi, Vol. 2, p. 289,
Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut,
1992).
Menurut Ibn Kathir: ”Asma lebih tua 10 tahun dari
adiknya [Aisyah]” (Al-Bidayah wa an-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar
al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).
Menurut Ibn Kathir: ”Asma melihat pembunuhan anaknya
pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia
meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau bebrapa hari lebih dari 20 hari, atau
100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada
waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa An-nihayah, Ibn
Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: ”Asma hidup sampai 100
tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu At-tahdzib, Ibn Hajar
Al-Asqalani,p. 654,Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow).
Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara
tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100
tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah
(622M). Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah
tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17
atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga. Berdasarkan
Ibnu Hajar, Ibn Katir, dan Abdur Rahman ibn Abi Zannad, usia Aisyah ketika
beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun. Dalam bukti #
3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar
mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18
tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?
kesimpulan: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan
usia Aisyah.
BUKTI #5: Perang BADAR dan UHUD
Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang
Badr dijabarkan dalam hadist Muslim (Kitabu al-jihad wa as-siyar, Bab
Karahiyati al-Isti`anah fi al-Ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan
salah satu momen penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan:
”ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah
merupakan anggota perjalanan menuju Badar. Sebuah riwayat mengenai pastisipasi
Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu al-jihad wa as-siyar, Bab
Ghazwi an-nisa’ wa qitalihinna ma`a ar-Rijal): ”Anas mencatat bahwa pada hari
Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya
melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya
[untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].” Lagi-lagi, hal ini
menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr. Diriwayatkan
oleh Bukhari (Kitabu al-Maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): ”Ibn
`Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi
dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang
Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang
tsb.”
Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia
dibawah 15 thn akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perangm, dan
(b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud
KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud
jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi
minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para
pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk
menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia
pernikahan Aisyah.
BUKTI #6: Surat
al-Qamar (Bulan)
Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun
ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah
tercatat mengatakan hal ini: ”Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa
arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan (Sahih Bukhari, kitabu at-tafsir,
BabQaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr).
Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan
sebelum hijriyah (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa
surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. Jika Aisyah memulai berumahtangga dengan
Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru
lahir (sibyah n Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat
diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang
baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih
suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah, telah menjadi
ariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya
surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika
dinikahi Nabi.
Kesimpulan: riwayat ini juga mengkontra riwayat
pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.
BUKTI #7: Terminologi Bahasa Arab
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah
meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi
dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya ttg pilihan
yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: ”Anda dapat menikahi seorang
gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi
bertanya ttg identitas gadis tsb (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah. Bagi
orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa
Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk
gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka,
adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum
menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaiaman
kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin“.
Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun
bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p.210,Arabic, Dar
Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).
Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam
hadist diatas adalah ”wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam
pernikahan.” Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu
menikahnya.
BUKTI #8. Teks Qur’an
Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk.
Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut
kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam
mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang
pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun? Tak ada ayat yang secara eksplisit
mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang
menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur’an
mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri
sendiri. Ayat tsb mengatakan : ”Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang
yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang
dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian
(dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs.
4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian
jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?” (Qs. 4:6)
Dalam hal seorang anak yang ditinggal orang tuanya,
Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi
pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan “sampai
usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.
Disini, ayat Qur’an menyatakan ttg butuhnya bukti yang
teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test
yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan
harta-harta kepada mereka. Dalam ayat yang sangat jelas di atas, tidak ada
seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan
pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak
bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, gadis
tsb secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah.
Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa
Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya
daripada mengambi tugas sebagai isteri. Oleh karena itu sangatlah sulit untuk
mempercayai, bahwa Abu Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya
yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun. Sama
sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7
tahun.
Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah
mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,”berapa banyak di
antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil
memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?” Jawabannya adalah Nol
besar. Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita
dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana
mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7
tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?
Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana
dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang
anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur’an. Abu Bakar
tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan
dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau
akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.
Kesimpulan: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan
menentang hokum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karean itu, Cerita
pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.
BUKTI #9: Ijin dalam pernikahan
Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan
agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah,
translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang
kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah
pernikahan. Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan
oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai
validitas sebuah pernikahan. Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang
laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan menanggapi secara keras ttg
persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki
berusia 50 tahun. Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan
dari seorang gadis yang menurut hadits dari Muslim, masih suka bermain-main
dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.
Kesimpulan: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7
tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami ttg
klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu
kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual
maupun fisik.
SUMMARY:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan
atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan
Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernha
keberatan dengan pernikahan seperti ini, karean ini tak pernah terjadi
sebagaimana isi beberapa riwayat.
Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9
tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan
kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang
nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para
pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama
di Iraq adalah tidak reliable. Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim
menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi
Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi
dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika
menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan
klasik dari pakar sejarah Islam.
Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk
menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah
kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan
lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan
gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada
mereka tanggung jawab-tanggung jawab.
di copy dari blog Arifin mukti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar