pangeran batun
Pangeran
Batun adalah salah seorang pejabat lokal yang secara kelembagaan
berafiliasi pada kekuasaan kolonial Belanda. Ia berkuasa di Marga Sirah
Pulau Padang Ogan Komering Ilir. Masa pemerintahannya berlangsung pada
urutan ke delapan sepanjang masa pemerintahan Marga Sirah Pulau Padang.
Gelar Pangeran di berikan oleh pemerintah kolonial Belanda kepada
seorang pejabat tertinggi dalam pemerintahan Marga. Pejabat ini
sebelumnya di pandang banyak berjasa kepada pihak kolonial.
Meski terlihat sederhana, untuk menjadi seorang pangeran yang baik
di mata kolonial, bukanlah suatu masalah yang mudah. Disamping harus
terpilih menurut versi orang Eropa itu, pangeran haruslah berasal dari
seseorang yang memiliki kekayaan yang banyak, memiliki “ilmu” yang
tinggi, serta kelebihan-kelebihan lain seperti kekuatan fisik dan
mental. Dengan keberadaan itu, tidak sedikit orang menjadi iri terhadap
keberadaan seorang Pangeran. Hal ini menimpa pangeran Batun, bahkan
sangat mempengaruhi jalan kekuasaannya.
Pangeran Batun
mempunyai banyak kegemaran. Salah satu di antara kegemarannya ialah
bermain judi dan menyabung ayam. Pada masa itu memang banyak pejabat
yang beranggapan bahwa bermain judi dan menyabung ayam itu sebagai
hiburan.
Pangeran suka membagikan uang yang di
perolehnya dari hasil judi dan sabung ayam kepada rakyat, terutama
kepada gadis-gadis cantik. Banyak gadis yang tertarik dengan sifat
pangeran ini. Tidak sedikit pula yang bersedia menjadi istri Pangeran.
Keadaan ini menjadi keadaan umum, apalagi dikaitkan dengan sifat
sebagian orang yang menginginkan kelimpahan materi berupa uang, harta
serta mengharapkan jabatan atau status sosial.
Dari
sekian gadis yang banyak berminat, pangeran memilih empat orang sebagai
pendampingnya. Mereka cantik-cantik, tetapi seorang diantara mereka yang
pada akhirnya menjadi duri dalam nasib kekuasaan Sang Pangeran. Ada
seorang istrinya yang berhati dengki, bersifat tamak, serakah dan rakus.
Seorang pangeran adalah pemegang tampuk pimpinan Marga.
Gelar Pangeran, seperti disebutkan terdahulu diberikan kepada seseorang
kepala Marga yang telah banyak berjasa kepada pihak kolonial. Gelar
lebih tinggi dari pangeran, adalah Raden, sedangkan gelar setingkat di
bawah pangeran adalah Depati. Ketiga gelar ini, tidak terdapat dalam
ketentuan kitab undang-undang Simbur Cahaya. Kekuasaan Marga di Sirah
Pulau Padang, tempat Pangeran batun telah terbentuk sejak sekitar tahun
1800, dan dibubarkan bersama seluruh Marga lainnya di Sumatra Selatan
pada melalui SK Gubernur No. 142/KPTS/III/1983, yang ditetapkan tanggal
24 Maret dan berlaku sejak 4 April 1983 (Ahad, 20 Jumadil Akhir 1403.
Istri Pangeran Batun
Suatu ketika, untuk mengatasi kekalahan dalam taruhan judi, Pangeran
Batun menghabiskan judi, Pangeran Batun menghabiskan seluruh perhiasan
istri muda. Kejadian ini membuat si istri muda menjadi marah. Dalam
kemarahan itu dari hari ke hari mulai panik dan mulai menunjukkan
tabiatnya yang asli. Terjadilah perselisihan antara pangeran dan istri
mudanya itu. Pangeran Batun dengan sekuat tenaga berusaha mengumpulkan
uang dengan harapan dapat menenangkan hati istrinya, juga berusaha
menebus kekalahan nya di meja judi. Akan tetapi si istri belum dapat di
yakinkan.
Sedang giat pangeran berusaha mengumpulkan
dana, terjadilah peristiwa hilangnya pandai emas. Perahunya hanyut dan
terdampar di ujung anak sungai. Pemiliknya tidak ditemukan. Peristiwa
hilangnya pandai emas ini menjadi cerita yang sangat menggegerkan
masyarakat. Selama ini, kawasan dalam Marga Panjang sangat aman dan
jarang sekali terjadi pencurian, apalagi penghilangan orang. Tetapi
dengan hilangnya pandai emas, masyarakat mulai merasa was-was. Bahkan
mulai tumbuh saling menduga dan prasangka buruk.
Pandai
emas itu memang orang baru bagi masyarakat Marga Panjang. Ia datang
jauh, yaitu dari kota palembang. Ia datang ketempat itu menjajakan emas
dengan perahu berkeliling dari satu dusun ke lain dusun. Meski penduduk
dusun-dusun pada waktu itu masih sepi, bahkan banyak yang belum bernama.
Tapi keadaannya yang aman menjadikan pandai emas menjadi leluasa
bergerak kesana kemari membawa dagangannya.
Peristiwa
pandai emas hilang telah terdengar oleh pihak kolonial belanda.
Penyelidikan mulai dilakukan dengan gencar, dengan mengusut seluruh
warga yang ada di daerah itu. Setiap orang dewasa di usut satu persatu.
Mereka di bujuk ataupun di siksa dan diperlakukan dengan berbagai cara
agar di peroleh informasi tentang pelaku penghilangan pandai emas itu.
Tindakan pengusutan tidak membuahkan hasil sama sekali. Tidak diperoleh
tanda-tanda yang menunjukkan ada warga yang terlibat.
Penyelidikan terus berlanjut dengan cara yang semakin tidak terarah
(ngawur). Kesempatan ini merupakan peluang dari istri muda PangeranBatun
untuk menyampaikan informasi melalui surat kaleng yang menuduh Pangeran
Batun. Disebutkan, pangeran Batun yang memerintahkan dua orang penjudi
bernama Ajir dan Rambut untuk membunuh pandai emas dan membuangnya di
dasar sungai. Untuk melengkapi informasi sehingga lebih meyakinkan,
disuruhlah orang untuk mengumpulkan tulang sapi yang dimasukkan kedalam
kaleng lalu di kubur di lubuk sungai.
Pengadilan Pangeran
Peristiwa penghilangan pandai emas, akhirnya dibawa ke meja pengadilan.
Tuntutan di ajukan semakin melebar karena mempertimbangkan kondisi Marga
panjang yang dipimpin oleh Pangeran Batun.
Ajir dan
Rambut, dua penjudi yang ditimpa tuduhan sebagai pelaksana penghilangan
pandai emas mulai mengalami siksaan fisik dan mental. Kedua kaki dan
tangannya di ikat. Apalagi malam tiba, keduanya di tempatkan di hutan
rawa-rawa (rawang) yang sangat banyak nyamuk sehingga tubuh keduanya
dipenuhi dengan bintik-bintik merah bekas gigitan nyamuk. Siksaan ini
selanjutnya ditingkatkan dengan memindahkan mereka kedalam ruangan yang
penuh dengan asap ataupun api, tetapi tetap tidak mengaku. Sementara itu
rambut, karena tidak tahan menanggung siksaan terpaksa mengakui tuduhan
yang ditimpakan pada dirinya.
Kembali pada pangeran Batun. Dari pemeriksaan awal di peroleh kesimpulan
1. uang kas Marga telah kosong karena dipergunakan oleh pangeran untuk menutupi kekalahannya dalam berjudi;
2. pangeran telah memerintahkan membunuh Pandai emas, dengan bukti adanya tulang berulang yang diperoleh dari dalam sungai;
3. Pengakuan dari salah seorang tertuduh membenarkan keterlibatan pangeran sesuai tuduhan.
Setelah proses peradilan peadilan berlangsung dirumuskan “putusan sela”
yang memutuskan bahwa “pangeran dihukum, jangan dilepaskan “ dan “
Digantung sampai mati”.
Seluruh harta benda pangeran Batun, termasuk rumah tempat tinngalnya
disita dan dilelang dihadapan masyarakat umum. Rumah itu selanjutnya
dibongkar dan dipindahkan ke samping benteng kuto besak di palembang
yang kemudian di kenal umum sebagai rumah Bari. (menjelang tahun
kunjungan wisata indonesia-visit indonesia year 1991 rumah itu di
bongkar kembali dan dipindahkan ke kompleks permuseum palembang).
Mengajukan Banding
Putusan sela yang diputuskan pengadilan dirasakan sangat berat oleh
pangeran, apalagi tidak disertai oleh bukti nyata. Tulang belulang yang
di jadikan barang bukti, menurut keyakinannya adalah tulang-tulang sapi.
Dengan mencucurkan air mata pangeran menolak keputusan pengadilan, dan
mengajukan banding kelembaga pengadilan lebih tinggi di batavia
(jakarta).
Dua orang lainnya, ajir dan rambut menuruti saja apa
yang di putuskan pihak pengadilan. Mereka tidak bersekolah, dan masih
sangat awam tentang seluk beluk hukum dan peradilan. Ajir yang tetap
bertahan dengan pendirian tidak mengakui tuduhan ditimpakan kepada
dirinya, dibebaskan dari tuduhan. Meski bebas, dalam keadaan sangat
menderita akhirnya ia meninggal dunia. Sedangkan rambut di hukum masuk
penjara di sawah lunto dengan masa hukuman selama 20 tahun. Beberapa
tahun setelah hukuman berjalan, ia dipindahkan ke penjara nusakambangan
sampai berakhir masa tahanan. Setelah kembali dari nusakambangan, Rambut
telah sangat matang dan dewasa. Pada tangan kanannya di buat tato Anker
(jangkar) yang di maksudkan sebagai simbol orang pernah mendapat
hukuman berat. Dengan tanda itu dimaksudkan memudahkan orang mengenalnya
bila ia melarikan diri, atau orang yang pernah menghuni penjara kelas
tinggi .
Pangeran Batun, di bantu oleh pangeran Mat, mengajukan
permohonan banding ke Batavia. Setelah di teliti lagi dengan cermat dan
saksama, surat
permohonan banding pangeran batun dapat di terima dan di persidangkan.
Hasil persidangan memutuskan pernyataan bahwa pengajuan
banding Pangeran diterima dan dibenarkan. Pangeran bebas dari hukuman
gantung. Keputusan pada persidangan pertama pengadilan memutuskan
“Pangeran dihukum, jangan dilepaskan” dan “Digantung sampai mati”.
Setelah mengajukan banding serta permohonannya diterima pihak pengadilan
maka keluar keputusan yang berbunyi “Pangeran dihukum jangan,
dilepaskan” dan “Di gantung sapi mati”. (perhatikan letak koma pada
rumusan pertama dan perubahan kata pada rumusan kedua).
Keputusan ini tentu sangat menguntungkan Pangeran karena menyangkut
hidup dan matinya. Selanjutnya, Pangeran bebas dari tuduhan akan tetapi
ia telah kehilangan jabatannya sebagai kepala Marga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar